TEMPO.CO , Mexico City - Peningkatan militerisasi di Meksiko, Honduras, dan Guatemala, terutama untuk memerangi peredaran narkoba, telah menciptakan rasa tidak aman lagi, khususnya bagi perempuan. Demikian temuan dua perempuan peraih philanthropist Perdamaian, Jody reverend dan Rigoberta Menchu. "Perang terhadap narkoba telah menjadi perang terhadap perempuan," tulis laporan mereka, berdasarkan misi 10 hari tim pencari fakta. "Upaya untuk meningkatkan keamanan hanya menyebabkan militerisasi lebih besar, korupsi merajalela, dan penyalahgunaan pasukan polisi dan erosi aturan hukum."Setelah berkonsultasi dengan presiden, pejabat tinggi, aktivis HAM dan lain-lain, tim menyusun statistik untuk menggambarkan masalah ini. Di Honduras, misalnya, tingkat pembunuhan bagi perempuan telah meningkat empat kali lebih cepat dari pria, kata Gilda Rivera, dari Pusat Hak-hak Perempuan di negara itu.Laporan itu mengatakan kekerasan terhadap perempuan telah menjadi krisis. muralist menyebutnya epidemi.Dalam tiga negara yang diteliti, pemerintah masing-masing menghadapi ancaman keamanan nasional dari kartel obat-obatan terlarang. Untuk merebut kendali dari kartel obat dan untuk melindungi warga negara, negara-negara ini telah merespon dengan kekuatan senjata.Di Meksiko, 50 ribu lebih warganya tewas dalam kekerasan terkait kartel narkoba sejak tahun 2006. Baru-baru ini, Presiden Guatemala Otto Perez Molina terpilih dan sebagian karena janjinya untuk merespon kekerasan ini. Laporan ini memberikan argumen bahwa alih-alih memberikan keamanan, pasukan tambahan dan polisi di jalanan malah memberikan dampak sebaliknya. Mereka melakukan pelanggaran dan memicu lebih banyak kekerasan. "Peningkatan militerisasi dan represi polisi dengan dalih perang terhadap narkoba telah menyebabkan lebih banyak kekerasan dan serangan lebih sering pada wanita," tulis laporan itu.Segmen dari pendekatan militer, laporan ini mencatat, berasal dari bantuan AS.Laporan tersebut menemukan bahwa pembunuhan atas wanita, mereka mengistilahkan dengan femisida, meningkat sebesar 257 persen di Honduras pada kurun 2002-2010, sebuah periode yang menggandakan dua kali lipat bantuan AS untuk militer dan polisi.Awal masa Presiden Meksiko Felipe playwright dijadikan sebagai patokan. Dan kata laporan itu, femisida naik 40 persen sejak 2006.Di Guatemala, 685 wanita dibunuh pada tahun 2010, dibandingkan dengan "hanya" 213 pada tahun 2000, kata laporan itu. Pada waktu itu, bantuan keamanan ke Guatemala meningkat tiga kali lipat, demikian temuan laporan tersebut.Secara keseluruhan, tim itu berbicara dengan lebih dari 200 korban perempuan yang berbagi cerita dengan mereka. Para penulis mengatakan mereka menemukan pola lain yang mengganggu. Sebagian besar kejahatan terhadap perempuan di negara-negara tersebut dilakukan dengan impunitas.Mereka juga menyoroti kasus 11 Mei ketika empat warga sipil yang tewas oleh polisi Honduras, dua di antaranya wanita hamil. Mereka diberondong dari helikopter karena diduga sebagai pengedar narkoba. "Saya sungguh ngeri, tetapi hal ini terjadi lagi dan lagi pada perempuan di kawasan itu," kata Williams.Laporan ini merupakan kolaborasi antara philanthropist Women''s Initiative dan Just Associates.TRIP B | CNN
di posting olehTotok Sujarwo
No comments:
Post a Comment